Dharma.....
Bu Alzena/Thifa's Mom (Al Razi Blue)
Pagi
itu kereta baru 45 menit meninggalkan stasiun Gambir ketika sebuah BBM
kuterima. Tak mungkin, pikirku. Jari-jariku mengirimkan BBM lain untuk
mengkonfirmasi berita yang kuterima. Rasa tak percaya masih menyelimuti diriku
sehingga obrolan dengan rekan seperjalanan pun terhenti. Tak sampai 5 menit
kemudian konfirmasi kuterima. BBM, SMS dan percakapan telepon menguatkan sebuah
berita: Mas Anto meninggal dunia……Bagaimana mbak Santi? Dharma? Oma? Dan,
sepanjang hari itu pikiranku tak lepas dari Dharma.
Pertemuanku
pertama kali dengan Dharma, putri tunggal Mbak Santi dan Mas Anto, adalah
ketika masa observasi untuk masuk kelas 1. Seorang gadis kecil yang ramah dan
menyenangkan. Sikapnya selalu riang dan menggemaskan. Hari-hari awal sekolah,
Dharma adalah salah satu anak yang menemani putriku melalui masa sulit. Tidak
mudah memang bagi putriku untuk masuk ke lingkungan yang baru dikenalnya.
Apalagi ini pertama kalinya ia bersekolah. Nama Dharma selalu dia
sebutkan ketika bercerita sepulang sekolah, tentang kegemaran Dharma menggambar
dan, oh ini yang unik, bagaimana Dharma menirukan suara kucing dengan
menggemaskan.Siapa pun yang menyaksikan Dharma dengan kitty-nya pasti
tersenyum dan ingin memeluknya. She’s so adorable. Dharma pula yang memotivasi
putriku untuk menggunakan bahasa Inggris di sekolah. Mereka belajar
bersama-sama. Saling membantu.
Seiring
dengan aktivitas di sekolah, beberapa kali aku bertemu dengan Mas Anto dan Mbak
Santi. Meskipun, ya, aku lebih sering bertemu Oma ketika menjemput anak-anak
atau mengantar Dharma bermain bersama teman-temannya. Dharma beruntung, kedua
orangtuanya berusaha memberikan yang terbaik baginya, menjadi teman yang
menyenangkan dan Oma pun selalu menjadi teman cerita yang asyik bagi kami.
Walaupun Mbak Santi bekerja, Beliau tetap berusaha terlibat dalam kegiatan
sekolah yang dilaksanakan orangtua. Mbak Santi selalu siap berpartisipasi dalam
semua kegiatan, seperti bermain operet di hadapan anak-anak. Di lain waktu
ketika Mbak Santi tidak bisa hadir, maka Oma yang akan mewakili. Aku merasa itu
semua mereka lakukan untuk Dharma. Aku ingat di family gathering pertama
saat SD dicampur dengan TK, Mbak Santi dan Mas Anto sibuk jaga stand minuman yang digagas Parents
Association SD. Di lain waktu, keduanya hadir ketika pertemuan orangtua di
setiap awal tahun ajaran. Meski jarang berinteraksi langsung dengan Mas Anto,
aku jadi tahu dari mana Dharma belajar sikap yang tenang dan menyenangkan.
Dharma persis Mas Anto. Melihat keduanya, semua pasti sepakat, Dharma is a
Daddy’s girl. Sungguh seorang Ayah yang menikmati perannya.
Bulan
Mei tahun lalu, ketika Dharma berulang tahun ke-9, hampir semua temannya hadir
merayakan dan berdoa bagi Dharma. Ulang tahun adalah momen yang istimewa. Semua
orang bersuka-cita. Tampak ekspresi bangga dan bahagia di wajah Mbak Santi dan
Mas Anto. Suatu bukti bahwa Dharma bisa bermain dan diterima oleh semua
teman-temannya. Dharma begitu disayangi oleh semua orang karena sikapnya.
Beruntungnya Dharma, pikirku. Orangtuanya melimpahi kasih sayang yang amat
besar sehingga ia pun mampu membagikan keceriaan dan kehangatan bagi semua
orang.
Akhir
semester lalu adalah saat terakhir aku bertemu Mas Anto. Ketika perwakilan
kelas 4 hendak berdiskusi dengan Bu Dini, kepala sekolah, Mas Anto mengantarkan
mbak Santi ke ruangan sambil berujar, “Titip Dharma, ya, Bu. Titip Dharma,”
Kedua tangannya ditangkupkan di depan dada sambil beberapa kali ia mengulangi
kalimat tersebut dengan senyumnya yang khas. Aku yang sudah duduk di dalam
ruangan ikut tersenyum.
Mungkin,
Mas Anto merasa bahwa perannya sebagai pelindung bagi Dharma hanya sementara
Sejatinya kita semua hanya singgah sebentar di dunia ini untuk merawat segala
titipan Allah SWT. Semoga kasih sayang yang dilimpahkan Mas Anto kepada Dharma
dan dibiaskan ke sekelilingnya menjadi bekal amalan Mas Anto berpulang
menghadap Sang Pencipta.
Selamat
jalan, Mas Anto. Kami semua sayang Dharma dan Mbak Santi.