Menu

Tuesday, April 30, 2013

JADI GURU

PAK Wiwiet/ICT Teacher




Seorang mahasiswi S1 yang melanjutkan kuliahnya di PTN kelas wahid yang sama bertemu dengan dosen S1-nya. Sang dosen bertanya:

"Kamu kerja apa sekarang?"
"Jadi guru SD bu!" jawab mahasiswi dengan penuh semangat.
"Lho, kalau jadi guru, kenapa kamu dulu enggak kuliah di UNJ aja?"

Mahasiswi tadi nyaris berteriak menjawab "Kalau saya cuma kerja di bank kayak temen-temen yang lain mending saya kuliah di FE dulu!" kalau saja tangan temannya tidak cepat menutup mulut kecilnya.
Jadi guru. Jika anda mendengar ada jawaban seperti itu apa yang pertama kali keluar dari mulut anda? Sebagian orang akan menjawab hebat bagi mereka yang tahu beban dan strategisnya profesi guru itu. Sebagian lagi mengatakan keren karena mereka yang berpikiran terbuka dan senang melihat hal-hal yang menantang arus utama. Dan sebagian besarnya lagi akan menjawab Ooo…cuma guru… dengan nada rendah. Tampaknya ini masih menjadi jawaban mayoritas kita jika mendengar frase Saya jadi guru. Salah? Tentu tidak. Sangat benar malah. Pesemisme tentang profesi guru memang sudah menjadi kerak hitam yang sukar dibersihkan pada paradigma masyarakat kita.

Lalu, mengapa bisa seperti ini? Gaji yang relatif rendah dan prestise yang dangkal bisa mungkin menjawab semuanya. Tapi apa yang menyebabkan semua itu? Mungkin ini bisa menjawab:
Saat masih mahasiswa, seorang senior pernah mengatakan kualitas pendidikan di Indonesia menukik turun tajam ketika perguruan tinggi keguruan di bentuk dengan level grade yang lebih rendah dari perguruan tinggi nasional lainnya macam UI, ITB, IPB, UGM dan lain-lain. Walhasil, generasi-generasi kualitas satu lebih memilih untuk melanjutkan pendidikannya ke PTN-PTN yang bergengsi ketimbang (dulu) IKIP-IKIP yang ada.

Bisa ditebak, yang masuk ke institut-institut perguruan adalah mereka yang gagal masuk PTN kenamaan yang mana artinya level akademik mereka hanya KW 2 (maaf ini hanya gambaran kasar saja). Sangat logis, meski sebenarnya pemarginalisasian calon-calon pendidik di Indonesia sudah dimulai ketika kualitas Sekolah Pendidikan Guru (SPG) ada di bawah SMA.

Kondisi ini diperparah oleh anggapan bahwa siapa saja bisa jadi guru. Kalau semua pekerjaan gagal, minimal bisa jadi guru. Profesi guru disamakan dengan tukang ojeg! Jujur, siapa yang tidak punya pikiran seperti ini?
Sentimen negatif yang tinggi dan anggaran yang rendah. Ah, ada yang lebih buruk lagi?

Okelah sekarang kesejahteraan guru semakin meningkat. Kehadirasi sekolah-sekolah internasional dan nasional plus pun makin meningkatkan harkat profesi guru. Tapi simpel saja, mana yang lebih keren buat anda, karyawan bank dengan gaji 6 juta per bulan atau pengusaha warteg dengan keuntungan 300 ribu per hari?

Jadi sekali lagi, tidak salah jika orang pesimis dengan profesi guru di Indonesia. Tapi mereka tidak sepenuhnya benar, bahkan bisa jadi sepenuhnya salah. Belum ada angkat statistik ataupun sebuah gerakan nasional, tapi sudah banyak dan semakin banyak anak-anak muda dengan nilai terbaik dari kampus-kampus elit yang dengan sadar terjun untuk menjadi seorang guru. Saya yakin banyak kesempatan dan peluang untuk mereka untuk mendapat pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi lagi. Tapi, tampaknya tidak cukup menarik bagi mereka.

Memang, guru-guru muda berlatar pendidikan elit ini lebih banyak berbaur dengan sekolah-sekolah swasta karena baru tempat-tempat itu yang bisa menampung potensi mereka. Tapi setidaknya mereka sudah mulai mengambil langkah untuk membantu pendidikan nasional. Namun, ada juga beberapa program nasional seperti Indonesia Mengajar yang mendorong anak-anak muda untuk menjadi guru di daerah terpencil.
Tentu tidak ada jaminan bahwa mereka pasti akan menjadi guru yang baik. Tapi, pragmatis saja. Jika orang-orang seperti mereka mau menjadi guru tentu secara langsung akan meningkatkan prestise terhadap profesi mulia ini. Jika prestise meningkat dan semakin meningkat, tak terbayang kebaikan apa yang bisa terjadi pada pendidikan di Indonesia.

Revolusi pendidikan di Amerika seharusnya bisa menunjukan dimana kita meletakan profesi guru. Tersulut oleh kekalahan dari Uni Soviet dalam perang luar angkasa, Presiden Ronald Reegan menginstruksikan bahwa yang boleh menjadi guru di sekolah-sekolah hanyalah lulusan-lulusan terbaik dari universitas. Hasilnya? Guru sampai saat ini jadi profesi elit di sana.

Dan hal itu akan segera terjadi di sini. Dengan semakin banyaknya anak-anak muda kelas 1 yang menjadi guru dan semangatnya menyebar bagai virus sampar di penjuru Indonesia. Mereka akan menggerogoti pemikiran-pemikiran usang mengenai pesimisme profesi guru dan tak akan berhenti hingga ketika seseorang berkata "Saya guru", hanya kekaguman yang terucap. Tidak ada lagi peremehan.
Saya yakin. Anda juga perlu yakin.


No comments:

Post a Comment

Chibi Giant Man