Showing posts with label Artikel. Show all posts
Showing posts with label Artikel. Show all posts
Wednesday, September 25, 2013
Wednesday, July 24, 2013
My Story (first day at school)
Annas Surdyanto
Al Biruni Blue Teacher
Al Biruni Blue Teacher
Today is the first day I become a class teacher in Nizamia Andalusia
Elementary School. It feels so interesting to play with students here.
This school activities which are always started by reciting do’a bring
me to the heaven surroundings. These kids offer something different to
my worlds when they recite do’a and expectation in learning.
I find the
future of Indonesia in this school. Ya, this education is facilitated
completely and well organized. This kind of education is not merely note-taking activities but in actions and real-activities.
Islamism, Nationalism, and Internationalism are three pillars basically
stand under this school. Islamism teaches
children to have a beautiful moral to improve the human
quality. It omits differences of human being so that all
people in the world are living in the same degree but their faith
distinguish each of them in God views. Nationalism relies children the
spirit of principle of the country of Garuda based on Pancasila by which
they have been omitted these current days. It brings a unity of
numerous varieties of this country such as tribes, races, religions,
etc. Moreover, internationalism teaches children to have a world class competence and interact over the
world. This three pillars is completely meet the needs of this global era and the demands of human being. So that's all the story of the first day of mine. Ganbatte!! ^_^
Wednesday, May 8, 2013
DO'A
Pak Luthfi-PAI Teacher
Berada di tengah keluarga bahagia, pula rekan kerja yang menyenangkan,
teman-teman yang memliki kepedulian tinggi satu sama lain, rizki yang melimpah,
jodoh yang mudah, memiliki kesempatan untuk mendidik dan membesarkan anak sholeh, bisa menikmati indahnya dunia dan
akhirnya masuk surga.

Allah berjanji “mintalah kepada-Ku pasti akan Aku beri”, tidak
usah kita malu untuk meminta, tidak usah kita ragu untuk berharap, tidak bosan
apalagi kita kelu untuk memohon. Allah memerintahkan kita untuk meminta,
meminta apa saja yang kita inginkan karena hanya Allah pemilik segala apa yang
kita inginkan. Dan hanya orang yang sombonglah yang tidak mau meminta kepada
Allah.
Ada banyak sekali kisah sejarah dalam
Al-Quran yang membuktikan Bahwa Allah selalu mengabulkan doa hambanya : Dengan penuh kesabaran nabi
Ibrahim tidak henti-hentinya berdoa memohon agar di karuniai seorang anak,
tanpa lelah beliau meminta dan terus meminta hingga pada usia 86 tahun Allah
menganugerahkan Ismail. Setelah Ismail lahir Allah menguji kembali dengan perintah
Qurban, dan itupun bisa Ibrahim lalui.Selain memohon anak yang sholeh Nabi
Ibrahim juga memohon untuk menjadikan Mekah sebagai negeri yang di berkati. Dan
dengan Ijin Allah Ka’bah, Zam-Zam berada di mekah yang selalu di kunjumgi oleh
berjuta-juta umat Islam setiap tahunnya.
Dalam kehidupan sehari-hari
sering juga kita jumpai kekuasaan Allah dalam mengabulkan doa kita, setiap
sholat kita sering berdoa “Ya Allah
berilah kami rizki” , tanpa kita sadari dari pertama kita bangun tidur
Allah telah memberikan kita rizki, disaat kita bernafas, berkedip, melangkah,
menulis, berbicara, mengecap dll. Itu adalah rizki tyang tak terhingga.
bayangkan bila kita tidak bisa berkedip, apa yang akan di rasa oleh badan kita,
atau kaki kita tidak bisa melangkah, akankah kita selamanya terbaring dalam
tempat tidur?
Bersyukur dengan apa yang Allah berikan
adalah kunci utama agar Allah senantiasa menambahkan rizki kepada kita, hal
termudah adalah dengan mengucap Al-Hamdulillah
bila memungkinkan dengan sujud syukur,
dan akan lebih indah lagi bila kita senantiasa selalu melaksanakan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-Nya itulah arti syukur yang sebenar-sebenarnya.
Tuesday, May 7, 2013
Little Stars on Earth
Bu Vivi/Al Jazari Yellow Teacher
"And in this crazy world, everybody wants to go toppers and rankers. Each finger has to be pulled until it gets long..until it breaks. The kids have to compete, successed, and make a future..."
Kemarin, saya menonton sebuah
liputan berita di salah satu stasiun TV swasta. Menarik sekali. Dibuka oleh screen yang
menyajikan nama-nama fakultas di sebuah
universita, disambung muda–mudi yang
asyik menenteng buku diktat kuliah, berdiskusi, sekaligus berselancar di dunia
maya lantas ditutup oleh sebuah pertanyaan, “Mau kuliah dimana?”
Jujur gambar-gambar tersebut membuat saya mendadak
kangen masa-masa
kuliah. Ya,
saya rindu geliat dan romantismenya. Ospek, bergadang menyelesaikan tugas, diskusi,
berdebat dari A smapai Z, wara–wiri ikut kegiatan
organisasi, berlomba cari info beasiswa, sampai ujian kesabaran mengahadapi
dosen untuk persiapan sidang skripsi. Hahahahaha…..berkesan
sekali tiap episodenya. Singkat kata, saya sebut masa
kuliah ini sebagai my first
moment of life.
Tapi disaat yang bersamaan, saya
juga merasa ada sesuatu yang menohok hati saya. Terlebih setelah itu sang anchor menayangkan beberapa jurusan
perkuliahan yang mempunyai prospek bergaji fantastis. Tidak tanggung-tanggung, gaji yang ditampilkan
berdigit 3. Ratusan juta. Wow!! Saya lantas mengurut dada. Makin kaget begitu
mengetahui bahwa jurusan berprospek gaji tinggi ini ternyata semuanya berbau sains dan teknik. Tapi itu membuat hati saya bergelitik. Saya berasal
dari jurusan bahasa. Mempelajari kaidah hal yang darinya semua bermulai. Namun,
saya tidak mendapati dunia memberikan penghargaan kepada saya, kepada
orang-orang yang memiliki latar belakang pendidikan yang sama dengan saya, sama
baiknya dengan jurusan berprospek tinggi yang disebutkan sang anchor tadi.
Pun begitu dengan beberapa bidang pendidikan yang konon katanya ‘kering’. Berapa banyak orang tua yang masih menyembah dogma besar bahwa adalah ‘aib’ jika anak memperoleh jurusan bahasa atau sosial di SMA. Dokter dan insinyur dijadikan pilihan profesi pasti membawa kebahagian dunia akhirat. Maka orang tua berlomba menjejali anak mereka dengan rumus matematika, kamus bahasa asing, dan segudang jadwal formula penambah pintar. Kesemuanya tak lain investasi agar anak dapat bekerja di jurusan-jurusan yang mempunyai prospek gaji berdigit tiga itu. Fatal. Hipotesis yang fatal jika orang berkesimpulan bahwa muara dari pendidikan itu adalah agar seseorang bisa mempunyai gaji tinggi.
Pun begitu dengan beberapa bidang pendidikan yang konon katanya ‘kering’. Berapa banyak orang tua yang masih menyembah dogma besar bahwa adalah ‘aib’ jika anak memperoleh jurusan bahasa atau sosial di SMA. Dokter dan insinyur dijadikan pilihan profesi pasti membawa kebahagian dunia akhirat. Maka orang tua berlomba menjejali anak mereka dengan rumus matematika, kamus bahasa asing, dan segudang jadwal formula penambah pintar. Kesemuanya tak lain investasi agar anak dapat bekerja di jurusan-jurusan yang mempunyai prospek gaji berdigit tiga itu. Fatal. Hipotesis yang fatal jika orang berkesimpulan bahwa muara dari pendidikan itu adalah agar seseorang bisa mempunyai gaji tinggi.
So, apa sejatinya makna dari pendidikan? Well, saya sendiri pun masih mencari-cari makna dari kata tersebut. Saya seorang guru. Dan
saya dulu berkuliah di jurusan kependidikan. Tapi ternyata
waktu 6 tahun yang saya habiskan di bangku kuliah dan 2 tahun pengalaman
mengajar pun belum mampu menemukan makna sejatinya dari pendidikan. “Koq ribet
amat sih bu?? Zaman udah canggih, tinggal tanya mbah google aja maka akan banyak sekali muncul definisi pendidikan.” Definisi, ya. Segudang definisi dari sederet
tokoh akan berjajar manis di layar untuk dicari. Tapi makna dan esensi? Mesin
pencari secanggih apapun saya kira tidak akan bisa menemukannya.
Baiklah, mungkin nanti
pengalaman demi pengalaman yang akan membantu saya menemukan makna dari sebuah
pendidikan. Tapi satu hal yang saya tahu bahwa Education is bridging bagi setiap anak untuk membantu menemukan siapa diri mereka, apa yang
mereka suka, dan bagaimana mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan dunia yang
mereka cintai. Education is caring.
Ketika kecil,
saya selalu jatuh cinta dengan guru memberikan
senyum sebelum
memulai kelas. Ramah menyentuh para anak didiknya, serta selalu peduli
dengan apa keadaan mereka. Buat saya, itulah
sejatinya belajar dimulai.
Education is character’s shaping. Bahwa apa yang anak lihat, dengar, dan rasakan di sekeliling mereka entah itu dari rumah, sekolah, lingkungan bermain itulah yang akan mereka bawa dalam kehidupannya kelak. Dan education is encouraging, tidaklah memaksa. Gaji besar dan kemewahan lain hanyalah bonus menurut saya. Saya pilih jurusan bahasa karena saya tahu bahasa adalah nafas saya, hidup saya, saya bisa menikmati pengalaman berinteraksi dengan orang yang berbeda latar belakang budaya dan kebiasaan karena bahasa. Yang saya bisa lakukan hanyalah memacu diri saya bagaimana saya bisa memberikan yang terbaik di bidang yang saya pilih ini.
Sama seperti ketika di kelas, ada seorang siswa yang mempunyai kecerdasan matematis yang luar biasa dan diminta mengarang sebuah cerita oleh guru bahasanya. Siswa tadi merasa kesulitan? Pastinya. Dan seperti yang saya katakan tadi, not forcing but encouraging. Memaksa anak untuk membuat cerita seperti gambaran ideal sang guru jelas membuat si anak juga guru mabookk. Tapi mendorong anak menuliskan cerita semampunya ia, sebisanya ia, memberi semangat, that’s all the teachers can do. That’s the point!
Education is character’s shaping. Bahwa apa yang anak lihat, dengar, dan rasakan di sekeliling mereka entah itu dari rumah, sekolah, lingkungan bermain itulah yang akan mereka bawa dalam kehidupannya kelak. Dan education is encouraging, tidaklah memaksa. Gaji besar dan kemewahan lain hanyalah bonus menurut saya. Saya pilih jurusan bahasa karena saya tahu bahasa adalah nafas saya, hidup saya, saya bisa menikmati pengalaman berinteraksi dengan orang yang berbeda latar belakang budaya dan kebiasaan karena bahasa. Yang saya bisa lakukan hanyalah memacu diri saya bagaimana saya bisa memberikan yang terbaik di bidang yang saya pilih ini.
Sama seperti ketika di kelas, ada seorang siswa yang mempunyai kecerdasan matematis yang luar biasa dan diminta mengarang sebuah cerita oleh guru bahasanya. Siswa tadi merasa kesulitan? Pastinya. Dan seperti yang saya katakan tadi, not forcing but encouraging. Memaksa anak untuk membuat cerita seperti gambaran ideal sang guru jelas membuat si anak juga guru mabookk. Tapi mendorong anak menuliskan cerita semampunya ia, sebisanya ia, memberi semangat, that’s all the teachers can do. That’s the point!
Dan bila dikembalikan lagi ke
kutipan dalam film Taare Zaamen Par
di atas
tadi, biarlah anak-anak kita melukis gambaran masa depannya kelak dalam warna apapun,
dalam bentuk apapun, dalam bidang apapun. Siapa tahu gambaran itulah yang benar-benar mereka sukai dan
inginkan dalam hidup mereka.
Selamat Hari
Pendidikan Nasional !!!
Subscribe to:
Posts (Atom)